Saya ingin mendefinisikan khusyu’ dari prespektif yang lain. Khusyu’ adalah sinkronnya ucapan/gerakan dengan pikiran dan perasaan. Ketika ketiganya bersatu, dan terfokus padahal yang sama, maka itulah puncak kekhusyu’an. Dan pada saat ini, do’a atau ibadah kita memasuki “dimensi quantum” (Dimensi Keimanan), yang akan diistijabah oleh Allah SWT. Ujiibu da’watad daa’i idzaa da’aan. “Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku”.
Orang yang sama sekali tidak khusyu’, ucapan dan gerakannya (fisik) tidak diikuti oleh pikiran dan perasaannya. Bibir lidahnya berdo’a dan tubuhnya ruku’ namun pikirannya entah kemana, perasaannya tidak sinkron dengan ucapannya.
Dalam tingkatan yang lebih tinggi, ucapan dan gerakannya sudah disertai dengan memahami artinya (pikiran) namun belum diikuti perasaannya. Orang yang memahami bahasa Arab, ia akan memahami apa yang ia ucapkan, namun belum tentu merasakan apa yang ia baca. Ia paham makna ayat tentang adzab neraka, namun belum tentu muncul perasaan takut dalam hatinya.
Ada juga orang yang lisan dan gerakannya sudah diikuti oleh perasaannya walaupun tidak memahami artinya. Misalnya, orang Indonesia, yang tidak bisa bahasa Arab, namun ia bisa ikut menangis ketika shalat di Masjidil Haram di tengah lautan manusia yang menangis, walaupun mungkin ia tidak memahami arti bacaan yang dilantunkan oleh imam.
Tingkatan khusyu’ tertinggi adalah ketika ucapan/gerakannya diikuti oleh pikiran dan disertai oleh perasaannya. Ketika ketiga hal ini sinkron, sungguh akan dahsyat dan memberikan kekuatan spiritual yang berlipat. Ia mampu memasuki dimensi quantum (keimanan) yang tidak terbatas.
Lantas, Bagaimana menghadirkan kekhusyu’an dalam shalat? Untuk bisa menyatukan ucapan/perbuatan dengan pikiran dan perasaan, Anda membutuhkan latihan dan pembiasaan yang berkelanjutan. Anda harus berusaha pantang menyerah untuk memperoleh kenikmatan luar biasa ini. Wa innaha lakabiirotun illa ‘alal khosy’iin.Dan sesungguhnya hal itu amat berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu'.
Hal ini diawali dengan mempu mengucapkan bacaan-bacaan shalat dan melakukan gerakan-gerakan shalat dengan benar. Untuk itu, Anda harus memahami fiqih shalat dengan baik.
Selanjutnya, untuk menyelaraskan ucapan/gerakan dengan pikiran, maka Anda harus memahami arti bacaan-bacaan shalat yang dibaca. Tidak sulit melakukannya, karena bacaan shalat tidak terlalu banyak dan diulang-ulang. Sungguh sangat na’if, sudah bertahun-tahun shalat namun tidak memahami apa arti bacaan shalat yang ia baca. Jika Anda belum memahami arti dalam seluruh bacaan-bacaan shalat, STOP! Sekarang ambil Buku Panduan Shalat dan pahami serta hapalkan dulu artinya.
Yang lebih sulit adalah dalam menyelaraskan gerakan, fikiran dengan PERASAAN. Perasaan dapat dirasakan di dada. Rasa yang muncul harus sesuai dengan apa yang dibaca maupun gerakan shalat yang tengah dilakukan. Jika sudah bisa, tinggal memperkuat intensitasnya.
Pahamilah hakikat posisi-posisi shalat, dan sesuaikan perasaan dengan hakikat posisi-posisi shalat tersebut :
NIYAT. Kalau boleh saya menambahkan kalimat niyat, akan saya tambahkan “Saya berniyat shalat …… dengan khusyu’”, karena demikian pentingnya KHUSYU' dalam shalat. Niyatkan dan azamkan bahwa kita akan shalat dengan khusyu’. Kemudian, jaga dalam setiap rakaat agar selalu khusyu’ dan waspadalah terhadap bisikan syaithon terkutuk yang selalu ingin memalingkan kita dari khusyu’. Niyatkan bahwa kita mencadangkan, misalnya 30 menit kedepan, untuk menghadap Allah, dan tidak mau diganggu dengan urusan-urusan keduniaan apapun.
TAKBIRATUL IHRAM Mengucapkan Allahu Akbar berarti mengagungkan Allah, hanya Allah yang besar dan yang lainnya kecil. Kecilkanlah semua urusan dunia yang kerap mengganggu shalat. Biarkan pikiran dan perasaan kita dipenuhi oleh ingat kepada Allah, dan jangan biarkan ada hal yang lain.
Berikut ini adalah perasaan yang harus muncul dan dikondisikan pada setiap gerakan-gerakan shalat. Lebih baik jika perasaan kita sudah mulai disiapkan dan dikondisikan sebelum gerakan dimulai. Sehingga ketika melakukan gerakan shalat, sudah diikuti dengan segenap perasaan. Misalnya, nikmatilah dengan perlahan saat-saat penuh nikmat ketika kita menjatuhkan tubuh saat akan sujud. Lakukanlah semua dengan thu’maninah.
BERDIRI (Reorientasi, siap menerima arahan)
Posisi berdiri adalah posisi menghadap Allah SWT, posisi siap mendapatkan arahan, pengajaran dari Al-Quran. Seperti seorang prajurit yang siap mendapatkan perintah dan arahan dari komandannya. Sebelumnya kita lebih dahulu diluruskan orientasi hidup kita dengan do’a iftitah “Innas-shallatii wanusuki wa mahyaaya wa mamaati liLlahi Rabbil-’alamin" (Sesungguhnya sholatku ibadahku hidup dan matiku hanya untuk Allah Tuhan semesta alam) dan Surah Al-Fatihah "IyyaKa na’budu wa iyyaKa nasta’ien" (hanya kepada-Mu aku mengabdi dan hanya kepada-Mu aku meminta pertolongan).
TAKBIR
Setiap gerakan diselingi dengan takbir. Takbir menjaga kita agar tetap khusyu’ dan membuang hal-hal yang mendominasi pikiran dan perasaan kita sewaktu shalat. Takbir menyadarkan bahwa semua pikiran yang hadir mengganggu adalah hal dunia yang “remeh temeh” yang tidak ada artinya, dan harus kita buang dan usir dan biarkan hanya Allah yang mendominasi pikiran dan perasaan kita, Allahu Akbar…
RUKU’ (Tunduk, ta’at, merendahkan diri)
Posisi ruku’ adalah posisi tunduk, siap ta’at, merendahkan diri, siap diatur. Setelah menerima pengarahan sebelumnya, maka dalam posisi ruku’ ini rasakan ketundukan dan keta’atan kita. Kita sebagai manusia yang jahil dan faqir tidak ada apa-apanya dihadapan Allah. Buanglah semua kesombongan diri, kesombongan pikiran dan kesombongan intelektual. Subhana Rabbiyal-’Azhiem…. (Maha Suci Allah yang Maha Agung).
I’TIDAL (memuji)
I’tidal atau bangkit dari ruku’. Setelah menyerahkan ketundukan dan kepatuhan, serta membuang semua kesombongan, dan menyerahkan semua pujian hanya Allah yang berhak menerimanya, Rabbanaa wa Lakal-hamd… (Ya Tuhan kami hanya untuk-Mu lah segala pujian).
SUJUD (menghamba, penyerahan diri)
Posisi sujud adalah posisi paling dekat seorang hamba dengan Sang Khaliq. Inilah posisi puncak penghambaan, posisi penyerahan diri. Ketahuilah, kedudukan paling mulia di dunia ini adalah menjadi hamba Sang Pencipta. Kepala kita letakkan di posisi paling rendah bahkan lebih rendah dari bokong kita. Rasulullah menasehati shahabat yang ingin masuk surga dengan: “Perbanyaklah sujud”. Posisi ini menisbikan diri dihadapan Pencipta. Posisi sujud merupakan posisi berserah diri, menyerahkan pengaturan kepada Allah, karena kita yakin jika kita menyerahkan pengaturan kepada Allah maka Allah SWT akan memberikan pengaturan terbaik kepada kita.Subhana Rabbiyal-A’laa(Maha Suci Allah yang Maha Tinggi). Ya ALlah, jadikan aku sbg pion-Mu, sbg anak panah-Mu, sbg prajurit-Mu, sbg hamba-Mu
DUDUK (bersimpuh mengadukan masalah)
Ini adalah posisi seorang hamba duduk bersimpuh dihadapan Raja-nya. Mengadukan semua masalah dan kesulitan hidup. Adukan seluruh masalah Anda dengan sepenuh perasaan, sepenuh jiwa, hingga air mata mengalir tidak terbendung. Anda bisa ulangi berkali-kali aduan Anda. Bisa jadi, saat tertentu kita lebih fokus padawarzuqnii(karuniakanlah aku rizqi) dan bisa jadi pada saat yang lain kita lebih fokus padawa’aafinii(sehatkanlah aku). Rasakan sensasinya. Inilah ekstasi jiwa yang sungguh merupakan puncak kenikmatan.
ATTAHIYAT
Inilah saat mengakui bahwa seluruh kehormatan, keberkatan adalah milik Allah. Dan Allah memberikan keselamatan, rahmat dan keberkahan kepada Nabi mulia SAW, namun Nabi kita ini mengingingkan keselamatan, rahmat dan keberkahan ini diberikan kepada kita ummatnya. Rasakan cinta dan kasih sang Nabi kepada kita.
Perbaharui syahadat kita ketika mengucap Dua Kalimat Syahadat, bahwa hanya ada Allah satu-satunya Tuhan yang mendominasi pikiran, perasaan dan hidup kita. Munculkan rasa cinta dan rindu kepada Rasulullah SAW ketika membca shalawat kepadanya. Perkuat rasa cinta itu, karena engkau akan dikumpulkan dengan orang-orang yang engkau cintai.
SALAM
Ucapkan salam dengan senyum penuh cinta kepada orang-orang di sekeliling, dan kepada para malaikat di sekeliling kita, insya Allah para malaikat pun menjawab salam kita.
EVALUASI
Evaluasilah shalat kita setiap habis melaksanakan shalat. Beri nilai, berapa % (range 0 – 100) kita bisa khusyu’. Bersyukurlah kepada Allah jika nilai khusyu’ kita bagus dan beristighfarlah kalau masih kurang bagus. Dan tekadkan untuk senantiasa lebih khusyu’ lagi pada shalat yang akan datang. Wallahu a’lam.
agungy.blogspot.com